Minggu, 18 September 2011

Hukum Mati Koruptor?



Akhir-akhir ini di media cetak atau eletronik headline-nya lebih banyak tentang korupsi. Praktek korupsi terjadi dimana-mana, baik itu instansi pemerintah maupun  swasta (tidak menutup kemungkinan di tempat kerja kita sendiri). Di era keterbukaan ini berita korupsi dibahas habis-habisan. Karena keterbukaan media, beberapa rakyat menilai bahwa era sekarang banyak koruptornya  berbeda dengan era-era sebelumnya (orde baru atau orde lama). Terlalu dini kita menilai bahwa era sekarang koruptor lebih banyak daripada era orde baru atau orde lama. Kita tahu bahwa era sebelum reformasi belum ada kebebasan pers. Era sebelum reformasi hampir semua media dibungkam jadi kita tidak tahu berita tentang korupsi waktu itu. Seandainya pemberantasan korupsi dilakukan sejak era-era dahulu saya yakin banyak uang negara terselamatkan, mungkin Indonesia bisa menjadi negara sejahtera sejak dulu.

Karena kita sudah terlalu jenuh mendengar korupsi, Beberapa kalangan mengatakan dengan lantang: Hukum mati korupto biar kapok!!!!! Tapi akulah salah satu orang yang menentang lantang hukuman mati buat koruptor. Korupsi tidak bisa di berantas dengan menghukum mati para koruptor. Hukuman mati apakah bisa memberi efek jera? Tidak! Jika kita menghukum mati para koruptor maka yang mati adalah koruptornya bukan korupsinya.  Sedangkan korupsi itu sendiri  adalah sudah menjadi budaya bangsa. Kita bisa ambil contoh kecil dari lingkungan keluarga, misal ada seorang ibu yang menyuruh anaknya: “Nak, tolong beli garam di warung sebelah, ini uangnya nanti kembaliannya buat kamu”, atau “Nak, mau nggak kamu beliin garam di warung nanti ibu kasih uang jajan”, atau contoh lain ada  anak yang mengambil uang SPP mereka untuk jajan, ibu rumah tangga yang mengambil  sebagian uang belanja, seorang suami melaporkan penghasilan/gaji  dengan tidak jujur kepada istri, dan sebagainya. Contoh-contoh di atas adalah perbuatan tidak sadar dari orang tua yang mengajarkan anaknya untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Itu baru contoh di lingkungan keluarga belum contoh praktek-praktek lain  di lingkungan masyarakat. Jadi korupsi itu sudah budaya, jika hukuman mati diberlakukan maka habislah rakyat Indonesia karena secara tidak sadar semua melakukan korupsi walaupun itu kecil. Karena itulah saya menentang hukuman mati buat koruptor. Disini peran keluarga sangat vital dalam membentuk karakter generasi penerus,  Untuk  itulah yang harus berantas adalah budaya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme bukan pelakunya. Mari kita berantas budaya korupsi dari lingkungan kita sendiri dengan menerapkan budaya keikhlasan dan kejujuran.


By
Seniman Gagal

0 comments:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates